NASIONAL (RA) - Rombongan Ketua Rukun Warga (RW) dan Rukun Tangga (RT) di Jakarta menyambangi gedung DPRD DKI Jakarta. Mereka meminta anggota dewan menindaklanjuti keluhan mereka atas diterapkannya SK Gubernur No. 903 tentang pelaporan melalui aplikasi Qlue.
Dalam SK itu mengatur bahwa pengurus RT/RT diwajibkan melaporkan kondisi lingkungan mereka sebanyak 90 kali dalam sebulan atau minimal 3 laporan dalam sehari. Jika tidak mencapai target, maka uang operasional untuk pengurus RT/RW tidak bisa dicairkan.
Selain itu, berdasarkan aturan itu juga, tiap laporan akan dihargai Rp 10 ribu. Sehingga, dalam sebulan bagi RT produktif dapat mengantongi uang operasional dari kelurahan sebanyak Rp 900 ribu.
"Kita disuruh setor foto baru dapat uang operasional 900 ribu, kalau enggak buat laporan enggak dapat uang operasional, satu foto Rp 10 ribu emang kita fotografer amatiran," kata Ketua RW 1 Kelurahan Pinang Ranti, Jakarta Timur, Mahmud Bujang di Gedung DPRD DKI Jakarta, Kamis (26/5).
Mahmud menilai kewajiban ini memberatkan pengurus RT/RW. Jika pasal yang mengatur soal teknis pelaporan itu tidak dihapus, mereka mengancam untuk mundur dari tugas pengurus RT/RW.
"Kalau Qlue tersebut masih berlaku kita seluruh RW dan RT yang ada di kelurahan Pinang Ranti akan menyerahkan stempel ke kelurahan. Kita ramai-ramai mundur," teriak Bujang saat pertemuan.
"Kalau ini masih berlaku terus kami RT dan RW se-DKI akan bubar," kata salah seorang warga yang diikuti yang lainnya. (merdeka.com)
